Bali Ganda Sari

Bali Ganda Sari adalah salah satu sanggar tabuh dan tari klasik yang memiliki moto Homage To Tradition. Sanggar ini dibentuk oleh I Gusti Made Sudiarsa, dimana telah merekontruksi beberapa tari dan tabuh klasik yang hampir punah, salah satunya adalah LEGONG BEDULU.

Sunday, May 27, 2007

Sejarah Legong


Sejarah Legong : Sampai saat ini kebanyakkan orang tidak mengerti dan mengenal arti Legong yang sesungguhnya sebab banyak orang berpikir bahwa Legong itu hanya sebuah tarian biasa saja. Sehingga suatu saat lahirlah suatu tarian baru setelah jaman Legong yang dinamakan tarian Kebyar nah tarian inilah salah satu penyebabnya tersebut, sehingga suatu saat pelan tapi pasti Legong ini mulai diminati kembali seiring dengan tumbuhnya pariwisata dan keingintahuan sejarah dari tarian Bali.Tapi satu hal yang tidak bisa ditinggalkan yaitu bahwa tarian Legong ini memiliki keindahaan dan kemewahaan yang sangat sulit dibandingkan dengan tarian apapun kalo bisa dikatakan tarian Legong inilah merupakan inti dari semua tarian di Bali. Tarian ini aslinya dimainkan dengan beberapa alat musik tradisional, sedangkan untuk penarinya Legong tersebut dipilih semenjak masih kecil dan pembawa tarian ini harus dibawah umur yang belum memasuki batasan puberitas, sedangkan untuk tempatnya biasanya diadakan di puri (istana) dengan halaman yang terbuka dan dibawah sinar bulan dimalam hari yang menembus rindangnya pohon.Sampai saat ini tarian Legong tersebut tercatat telah memiliki 18 jenis tarian diantaranya: Legong Lasem, Kupu-kupu Tarum, Jobog, Kuntul, Legod bawa, Smaradhana, Andir, Condong dan lain-lain.
Selanjutnya sejarah dari Legong berawal mula pada abad ke 19 dimana Pangeran dari Sukowati pada saat itu sedang jatuh sakit dengan kondisi koma melihat dua gadis perawan menari dengan gemulai dan sangat menakjubkan bersamaan dengan itu juga dia mendengar suara musik yang indah. Setelah ia sembuh dari sakitnya maka ia mengumpulkan para seniman untuk menuangkan semuanya apa yang ia lihat dan dengar dari imajinasinya untuk diwujudkan, berawal dari situlah lahirnya nama tarian Legong

disadur dari :
http://www.pialegong.com/


"Takut Legong Bedulu Bakal Punah"

Sang Ayu Ketut Muklen Takut Legong Ala Bedulu bakal Punah

Inilah sosok penari legong satu-satunya yang masih kukuh mempertahankan gaya tradisional Bedulu. Dalam usia 81 tahun Sang Ayu Ketut Muklen masih menggetarkan ketika ia menggerakkan tangan dan tubuh untuk menarikan cuplikan legong kraton. Keriput kulitnya tak menghilangkan pesona yang terpancar dari ekspresi wajah dan tubuhnya.

Sang Ayu atau Sak Niang. Begitu biasanya orang-orang terdekat memanggilnya. Ia mengaku sering gelisah, khawatir legong yang ditekuninya bakal punah, sebab hingga kini ia belum tergantikan. Sang Ayu memang total menyerahkan hidupnya untuk tari. Menurutnya, gerakan-gerakan tari legong gaya Bedulu tidak rumit. “Tapi penarinya harus memiliki kedalaman rasa. Mungkin itu yang membuatnya tidak mudah,” ujarnya. Di senja usianya, Sang Ayu hanya berharap namanya tak dilupakan orang dan tari legong tidak punah. Untuk itu ia membuka lebar pintu rumahnya bagi siapa saja yang ingin belajar padanya. Sejak dulu hingga puluhan tahun pintu itu tetap begitu, tetap terbuka. Pertama kali belajar kesenian di banjar di desanya ketika ia berusia 8 tahun. “Diawali belajar arja, saya sebagai Limbur-nya. Guru yang mengajar dari Pejeng, Gung De Grudung (alm). Setelah belajar 6 bulan, sudah kebagian ngelawang (main arja berkeliling ketika hari raya Galungan),” tutur Sang Ayu. Semasa belajar menari itu semua biaya ditanggung banjar. Ia tinggal berlatih. “Tak lama sesudah itu banjar berkeinginan membentuk legong. Di usia 9 tahun saya dengan dua teman lainnya, Byang Ruta (sekarang sudah tidak menari lagi) dan Sak Ayu Kejur (alm.) dipilih sebagai penari legong. Saya Legong Lasem, jadi lakinya. Guru legongnya berasal dari Bedulu Delodan, masih muda, namanya Nyoman Camplung (alm),” kenang perempuan yang telah bercucu-cicit itu. Ia mengaku mulai berlatih sejak jam 8 pagi. Siang, jam 12, istirahat makan. Jam 1 mulai lagi sampai jam 5 sore. “Rasanya lebih sibuk dari mereka yang sekolah tari,” ujar Sang Ayu. Sore, ketika gurunya pulang ke Bedulu, ia dan tiga temannya tadi ikut sang guru, berjalan kaki sejauh kira-kira 5 km. Di rumah sang guru, biasanya ia dan teman-temannya dipijat, diinjak-injak, di-apun (diluluri minyak), diurut. Tak sekali dua kali tubuh murid-murid muda berlatih dengan membalikkan tubuh, sampai-sampai rambut menyapu lantai. Olah tubuh seperti itu masih diikuti dengan gerakan-gerakan seperti kayang. Pokoknya serem. Tujuannya jelas, agar tubuh menjadi lemas. Maklum, dalam tari legong playon kraton memang ada gerakan seperti orang kayang. Perlu tubuh yang sangat lentur untuk memainkannya. “Guru zaman dulu memang galak-galak,” tutur Sang Ayu sembari ketawa kecil. Bayangkan saja, saat diinjak-injak oleh gurunya, Sang Ayu dan kawan-kawan merasakan sakit tak terperi. Ingin menangis tapi takut. “Kalau ketahuan menangis, malah dipukul,” ujarnya. Setiap hari “siksaan” seperti itu dirasakannya. “Kayaknya jauh sekali perbedaan cara mengajar dulu dengan sekarang. Kalau sekarang, disentuh sedikit saja anak-anak sudah ngambul,” ungkap Sang Ayu. Untuk belajar tari legong playon diperlukan waktu 6 bulan dengan disiplin yang sangat ketat. Ada tujuh “nomor” dalam tari itu, yakni Condong, Bapang Kecil, Bapang Besar, Pengadeg, Pengawak, Pengecet, dan Penutup. Setiap nomor memiliki gerakan yang berbeda. Gending tari juga berganti terus. “Saya memang khusus latihan legong lengkap setiap hari sampai fasih betul,” ujar Sang Ayu.


Disadur dari Majalah TOKOH Senin, 26-September-2005

Saturday, May 26, 2007

Preface


Bali Ganda Sari adalah salah satu sanggar tabuh dan tari klasik yang memiliki moto Homage To Tradition. Sanggar ini dibentuk oleh I Gusti Made Sudiarsa, dimana telah merekontruksi beberapa tari dan tabuh klasik yang hampir punah, salah satunya adalah LEGONG BEDULU.

Berikut uraian beberapa tari dan tabuh yang sudah direkontruksi

TABUH DANG
Merupakan tabuh klasik pelegongan yang direkontruksi tahun 1995 dalam rangka Festival Legong yang diselenggarakan oleh yayasan Walter Spies ( Walter Spies Festival ), gending ini direkontruksi atas arahan seniman tabuh Bedulu oleh I Gusti Putu Mandor (Alm).

BAPANG GEDE
Tari ini merupakan bagian dari struktur tari Legong Lasem.

LEGONG KUPU-KUPU TARUM
Tari Legong ini hanya masih terdapat di desa Bedulu. Dimana pada tahun 1986 tari ini mulai dihidupkan lagi yang dilatih langsung oleh pakar tari Legong Bedulu yaitu ; Jro Made Pukel (Alm) dan Ni Ciglek (Alm), sedangkan tabuhnya dilatih oleh I Gusti Putu Mandor (Alm). Tari ini sudah sering dipentaskan termasuk di Walter Spies Festival, tari ini merupakan abstraksi dari sepasang kupu-kupu.

TABUH SEKAR GENDOT
Merupakan tabuh klasik pelegongan, yang hampir dimiliki oleh semua sekhe pelegongan yang ada dibali termasuk juga sekhe legong yang ada di Bedulu.

LEGONG SMARANDANA
Siwa sedang melakukan yoga dengan tekun di gunung Mahameru. Ia acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang menarik atau memikat panca indra, bahkan terhadap kecantikan permaisurinya Dewi Uma. Pada saat itu surga sedang terancam oleh Nilaludraka, seorang raksasa yang menjadi raja di Senapura. Para dewa tidak berdaya menghadapinya, bahkan Brahma dan Wisnu merasa cemas seolah-olah kehilangan kekuasaannya. Hanya Siwa dapat menyelamatkan mereka, tapi Siwa sedang melakukan yoga dan tidak ada yang berani mengganggunya. Wrhaspati sebagai penasehat para dewa, mengusulkan agar Kama mengobarkan hati Siwa dengan rasa Asmara terhadap Uma.
Kama menceritakan rencana para dewa kepada Ratih istrinya. Ratih sudah merasakan firasat-firasat yang tidak baik dan tidak percaya dengan kejujuran Indra dan para dewa, tapi Kama berusaha menghiburnya.
Kama mendekati Siwa yang sedang beryoga. Dengan berbagai senjata yang diarahkan kepada Siwa, Kama berusaha membangunkan Siwa dari semadinya, tapi Siwa tetap tidak terganggu. Akhirnya Kama menggunakan roh musim semi dan senjata Pancawisaya yang mampu menyentuh dan mengobarkan panca indra, panah ini menembus hati siwa. Siwa terbangun, sesaat sebelumnya teringat akan kecantikan Uma. Melihat Kama berdiri didepannya Siwa marah dan dengan ujud triwikrama membakar Kama hingga musnah.
Ratih sangat sedih atas terbakarnya Kama. Ketika ia melihat api yang membakar Kama masih berkobar, ia melemparkan dirinya kedalam api hingga musnah, sebagai kesetiaannya kepada Kama.
Atas permohonan para dewa Siwa setuju menghidupkan kembali Kama dan Ratih, tapi dalam bentuk yang tersembunyi dan lepas dari sifat kebendaan (suksma).

LEGONG LASEM
Tari ini merupakan tari klasik pelegongan yang menceritakan tentang percintaan Prabu Lasem dengan Diah Rangke Sari.

(Tari Tersebut diatas akan dipentaskan pada Pesta Kesenian Bali ke-29 di Art Center Denpasar tanggal 24 juni 2007 - kami mengundang semua pecinta, pengamat tari klasik untuk menyaksikan pegelaran kami)

Tabuh Kreasi - Bali Yatra
Tabuh ini merupakan komposisi baru yang memakai idiom-idiom pelegongan. Teknik ritme dan melodi dijalin dengan kepekaan rasa musikal sehingga menjadi komposisi tabuh pelegongan dengan rasa dan nuansa baru.(Karya : I Made Subandi, S,Sn. Durasi : 12 Menit.)